
File – Seorang petani menanam bibit sayuran di lahan gambut di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 12 November 2024.
Indonesia tengah menggalakkan penyediaan kredit karbon dari solusi berbasis alam, seperti emisi yang tersimpan di ekosistem gambut, demikian disampaikan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono.
Dalam acara “Indonesia Climate Policy Outlook 2025” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis, ia menyatakan bahwa Indonesia telah bergabung dalam jaringan perdagangan karbon global dengan meluncurkan transaksi perdagangan karbon internasional di Bursa Efek Indonesia pada Januari lalu.
Namun, ia mengakui bahwa aktivitas perdagangan karbon belum mencapai tingkat optimal.
“Mungkin pasar mencari solusi berbasis alam. Tidak hanya terbarukan, tetapi harganya juga mungkin lebih kompetitif dan laku. Jadi, saat ini kita tengah mengupayakan sebanyak mungkin pasokan dari solusi berbasis alam, termasuk lahan gambut,” kata Hendropriyono.
Perdagangan karbon internasional akan difasilitasi dengan mengoptimalkan Sistem Registri Nasional (SRN) dan menyiapkan infrastruktur serta instrumen terkait yang diperlukan.
“Tetapi saya kira ini bukan sekadar masalah pasokan, tetapi juga kepentingan karbon itu sendiri,” imbuh Hendropriyono.
Ia mengungkapkan, masyarakat internasional prihatin dengan pengakuan lembaga sertifikasi, sehingga mendorong pemerintah untuk mendorong permintaan dengan mengupayakan mutual recognition agreement (MRA) dengan berbagai pihak.
Sejauh ini, Indonesia telah menandatangani MRA dengan Jepang yang diluncurkan tahun lalu pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan.